Manzahari, Manzahari (2024) PENGATURAN MAJELIS ADAT ACEH SEBELUM DAN SETELAH BERADA DIBAWAH LEMBAGA WALI NANGGROE. S1 thesis, Universitas Malikussaleh.

[img] Text
Cover manzahari-cetak.pdf

Download (18kB)
[img] Text
Abstrak.pdf

Download (40kB)
[img] Text
BAB I.pdf

Download (292kB)
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA.pdf

Download (108kB)
[img] Text
Skripsi Manzahari Lengkap.pdf
Restricted to Registered users only

Download (7MB)

Abstract

RINGKASAN Terbentuknya lembaga Wali Nanggroe pasca lahirnya UUPA telah mengakibatkan terjadi pergeseran kedudukan terhedap Majelis Adat Aceh (MAA) menjadi berada di bawah Wali Nanggroe. Sejumlah peran MAA telah mengalami absurditas dalam pengaturannya bahkan terdapat beberapa dianataranya yang terindikasi tumpang tindih dengan Wali Nangggroe. Sebelumnya MAA diatur secara mandiri bersamaan dengan regulasi khsusunya, namun setelah UUPA lahir hal ini justru bersebaran dalam sejumlah regulasi-regulasi. Atas dasar itu penelitian ini kemudian digagas untuk melihat disparitas dari persoalan tersebut. Formulasi permasalahan dalam penelitian ini disusun dalam tiga pertanyaan pemantik, pertama, bagaimanakah pengaturan MAA sebelum dan sesudah berada di bawah Lembaga Wali Nanggroe; kedua, bagaimanakah wewenang MAA sebelum dan sesudah berada di bawah Lembaga Wali Nanggroe; dan ketiga, bagaimanakah implikasi hukum atas perubahan pengaturan MAA setelah berada di bawah Lembaga Wali Nanggroe. Penelitian ini menggunakan metode normatif dengan pendakatan peraturan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan analitis. Serta mrupakan penelitian deskriptif dari segi sifat dan preskriptif dari segi bentuknya. Pengaturan terkait MAA dapat dikelompokkan kedalam dua rezim yaitu sebelum dan sesudah UUPA. Sebelum adanya UUPA kedudukan MAA bersifat mandiri dan tersendiri yang tidak dibawahi lembaga adat lainnya dan pengaturannya pun hanya termuat dalam satu payung hukum saja. Pasca adanya UUPA justru berbalik menjadikan MAA di bawah Lembaga Wali Nanggroe dan pengaturannya pun tersebar lintas regulasi. Bersamaaan dengan itu seluruh wewenang MAA juga ikut bergeser secara subatnsial kecuali wewenang untuk memberikan pendapat terhadap Pemerintah yang berubah secara leksikal saja. Dimana sebelumnya disebutkan pemeberian saran dan pendapat kepada Pemerntahan kini menjadi kepada Pemerintahan Aceh. Keadaan-keadaan yang demikian itu memberikan implikasi hukum yang menyebabkan MAA mesti bertanggungjawab pada Wali Nanggroe sebagai konsekuensi kedudukannya itu. Selain itu pergeseran wewenang ini menyebabkan MAA hanya memiliki otoritas dalam hal menjalankan penyelenggaraan pranata adat dan adat istiadat saja, berbeda dengan sebelumnya yang masih berwenang melakukan perencanaan dibidang adat istiadat serta dapat membentuk dan mengukuhkan lembaga adat. Kedepannya, pengaturan terkait MAA hendaklah direvitalisasi untuk mencapai penataan pengaturan yang lebih efektif dan terstruktur sehingga hal-hal yang seperti tumpang tindih, sebaran lokasi pengaturan yang ada dalam berbagai lintas regulasi dapat lebih diefisiensikan. Bahkan hal ini dapat dimulai dengan menata kembali eksistensi MAA, Wali Nanggroe dan lembaga adat lainnya langsung dari UUPA sendiri termasuk perihal posisi kedudukan lembaganya. Kata Kunci : Pengaturan, Majelis Adat Aceh, Lembaga Wali Nanggroe

Item Type: Thesis (S1)
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Hukum > 74201 - Program Studi Ilmu Hukum
Depositing User: Manzahari Manzahari
Date Deposited: 22 Jan 2025 08:48
Last Modified: 22 Jan 2025 08:48
URI: https://rama.unimal.ac.id/id/eprint/9348

Actions (login required)

View Item View Item

Latest Collections

Top Downloaded Items

Top Authors

This repository has been indexed by