ZULFIQRI, MUHAMMAD (2025) KEKUATAN HUKUM PEMBUKTIAN TERHADAP KETERANGAN SAKSI DE AUDITU DALAM HUKUM ACARA PIDANA. S1 thesis, Universitas Malikussaleh.
|
Text
COVER ZULFIQRI.pdf Download (540kB) |
|
|
Text
ABSTRAK ZULFIQRI.pdf Download (423kB) |
|
|
Text
BAB 1 ZULFIQRI.pdf Download (845kB) |
|
|
Text
DAPUS ZULFIQRI.pdf Download (532kB) |
|
|
Text
SKRIPSI MUHAMMAD ZULFIQRI.pdf Restricted to Registered users only Download (1MB) |
Abstract
Keterangan saksi dalam proses pembuktian pidana yang melihat, mendengar, dan mengalami langsung peristiwa pidana merupakan alat bukti utama sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) dan Pasal 1 angka (26) KUHAP. Namun, melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 65/PUU-VIII/2010, makna saksi diperluas sehingga keterangan testimodium de auditu juga diakui dalam proses peradilan pidana untuk mendukung pengungkapan kebenaran materiil, tanpa membatasi siapa yang dapat menjadi saksi. Pengakuan ini menjawab kebutuhan pembuktian dalam kasus-kasus di mana saksi langsung sulit dihadirkan, seperti dalam kasus pembunuhan Munir dan sengketa pertanahan (Putusan MA No. 1294 K/Pdt/2007), dengan tetap mengutamakan kehati-hatian hakim dalam menilai kekuatan pembuktian keterangan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis kekuatan hukum pembuktian keterangan saksi de auditu dalam hukum acara pidana serta untuk mengkaji bagaimana sistem peradilan pidana menerima dan menilai kekuatan pembuktian dari keterangan saksi de auditu dalam proses peradilan. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan sifat deskriptif, yaitu mengkaji kekuatan pembuktian saksi de auditu dalam hukum acara pidana, khususnya antara KUHAP dan Putusan MK No. 65/PUU-VIII/2010 dengan sumber bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan, dan bahan hukum dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010 memperluas makna saksi dalam Pasal 1 angka 26 KUHAP, mencakup tidak hanya saksi yang memiliki pengalaman langsung, tetapi juga orang yang memperoleh informasi dari pihak lain yang dapat dipercaya, dan mengakui keterangan saksi de auditu sebagai alat bukti yang sah, meskipun terbatas. Keterangan tersebut tidak dapat berdiri sendiri sebagai bukti utama dan harus didukung oleh bukti lain sesuai dengan prinsip pembuktian dalam Pasal 183 KUHAP. Selain itu, dalam sistem peradilan pidana, keterangan saksi de auditu harus diuji dan diperkuat oleh alat bukti lain yang sah, serta tidak boleh merugikan hak terdakwa, dengan memperhatikan asas praduga tak bersalah dan hak untuk melakukan pemeriksaan silang. Hakim harus sangat hati-hati dalam menilai keterangan ini agar pembuktian yang digunakan dalam proses peradilan pidana akurat, dapat dipertanggungjawabkan, dan tidak melanggar prinsip keadilan. Saran, saksi de auditu sebaiknya hanya digunakan sebagai bukti pelengkap yang didukung oleh bukti sah lainnya, baik dalam penyidikan maupun persidangan, guna menjaga prinsip praduga tak bersalah dan memastikan putusan yang adil serta sesuai dengan fakta.
| Item Type: | Thesis (S1) |
|---|---|
| Subjects: | K Law > K Law (General) |
| Divisions: | Fakultas Hukum > 74201 - Program Studi Ilmu Hukum |
| Depositing User: | MUHAMMAD ZULFIQRI |
| Date Deposited: | 10 Sep 2025 04:52 |
| Last Modified: | 10 Sep 2025 04:52 |
| URI: | https://rama.unimal.ac.id/id/eprint/15186 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |




