Zainab, Siti (2025) IDENTIFIKASI AKULTURASI BUDAYA PADA MASJID JAMI’ KUTABLANG KECAMATAN SAMALANGA KABUPATEN BIREUEN (STUDI KASUS: BUDAYA LOCAL (ACEH), CINA, TIMUR TENGAH DAN KOLONIAL). S1 thesis, UNIVERSITAS MALIKUSSALEH.

	Text Cover.pdf Download (214kB)
	Text Abstrak.pdf Download (272kB)
	Text Bab I.pdf Download (260kB)
	Text daftar pustaka.pdf Download (141kB)
	Text Full-Text.pdf Restricted to Registered users only Download (13MB)

Abstract

Aceh memiliki peran strategis sebagai jalur lalu lintas internasional. Terletak di tepi Selat Malaka, Aceh menjadi titik penting untuk perdagangan maritim dan interaksi antarbangsa. Sejak zaman Neolitikum, Aceh telah menjadi tempat pertemuan berbagai budaya dan peradaban, yang memperkaya tradisi dan budaya masyarakatnya hingga kini. Dalam proses tersebut, terjadi penggabungan unsur-unsur budaya lokal dan asing, yang menghasilkan karakteristik arsitektur khas Aceh. Akulturasi budaya adalah proses interaksi antara dua atau lebih kebudayaan yang menghasilkan kebudayaan baru tanpa menghilangkan ciri khas kebudayaan asli. Salah satu contoh akulturasi budaya tersebut dapat ditemukan pada Masjid Jami' Kutablang Samalanga di Kabupaten Bireuen, Provinsi Aceh, yang menunjukkan pengaruh budaya lokal (Aceh), Cina, Timur Tengah, dan Kolonial. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh budaya terhadap arsitektur Masjid Jami' Samalanga serta menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya akulturasi budaya di masjid tersebut. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru tentang fenomena akulturasi budaya dalam arsitektur masjid dan memberikan kontribusi terhadap pelestarian warisan budaya di Aceh. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, dengan teknik observasi, wawancara, dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Masjid Jami' Kutablang Samalanga merupakan masjid tertua di Samalanga, dibangun pada tahun 1901 pada masa pemerintahan Belanda oleh Teungku Haji Syekh Abdul Jalil setelah beliau kembali dari Arab Saudi. Pembangunan masjid ini juga melibatkan seorang muallaf Cina sebagai kepala tukang. Akulturasi budaya lokal (Aceh) dapat terlihat pada elemen atap, ornamen, dan orientasi bangunan. Pengaruh budaya Cina tampak pada atap, lantai, dan ornamen. Pengaruh Timur Tengah terlihat pada elemen kubah, mihrab, mimbar, minaret, dan lengkungan. Sementara itu, pengaruh Kolonial terlihat pada penggunaan gevel, bouvenlicht, nok acroterie, geveltoppen, tembok tebal, dominasi warna putih, serta denah dan fasad yang simetris, dan cripedoma. Kata Kunci: Identifikasi, Akulturasi Budaya, Masjid Jami’ Kutablang Samalanga. Aceh plays a strategic role as an international transit route. Located on the edge of the Malacca Strait, Aceh has become a vital point for maritime trade and international interaction. Since the Neolithic period, Aceh has been a meeting point for various cultures and civilizations, enriching the traditions and culture of its people to this day. In this process, the fusion of local and foreign cultural elements has led to the development of a distinctive Acehnese architectural character. Cultural acculturation is the process of interaction between two or more cultures that results in a new culture without losing the distinctive features of the original culture. One example of cultural acculturation can be found in the Masjid Jami' Kutablang Samalanga in Bireuen Regency, Aceh Province, which shows the influence of local (Aceh), Chinese, Middle Eastern, and Colonial cultures. This study aims to identify the cultural influences on the architecture of Masjid Jami' Samalanga and analyze the factors that led to the cultural acculturation in the mosque. This research is expected to provide new insights into the phenomenon of cultural acculturation in mosque architecture and contribute to the preservation of cultural heritage in Aceh. The method used in this study is descriptive qualitative, with techniques including observation, interviews, and literature studies. The research findings show that Masjid Jami' Kutablang Samalanga, the oldest mosque in Samalanga, was built in 1901 during the Dutch colonial era by Teungku Haji Syekh Abdul Jalil after he returned from Saudi Arabia. The construction of this mosque also involved a Chinese convert as the head of the construction. The acculturation of local (Aceh) culture can be seen in the roof elements, ornaments, and the orientation of the building. The influence of Chinese culture is visible in the roof, floors, and ornaments. The Middle Eastern influence is seen in the dome, mihrab, pulpit, minaret, and arches. Meanwhile, the Colonial influence is reflected in the use of gevel, bouvenlicht, nok acroterie, geveltoppen, thick walls, dominance of white color, as well as symmetrical layout and façade, and cripedoma. Keywords: Identification, Cultural Acculturation, Masjid Jami’ Kutablang Samalanga.

Item Type:	Thesis (S1)
Subjects:	N Fine Arts > NA Architecture T Technology > TA Engineering (General). Civil engineering (General) T Technology > TH Building construction
Divisions:	Fakultas Teknik > 23201 - Jurusan Teknik Arsitektur
Depositing User:	Siti Zainab
Date Deposited:	29 Jul 2025 03:37
Last Modified:	29 Jul 2025 03:37
URI:	https://rama.unimal.ac.id/id/eprint/13035

Actions (login required)

View Item